Habib Bin Zaid: Lambang Kecintaan dan Pengorbanan

Habib bin Zaid adalah seorang  adalah seorang mu’min yang termasuk 70 orang yang turut mengambil bagian  dalam bai’at Aqabah ke-II. Beliau adalah putra Zaid bin ‘Ashim dan Nusaibah binti Ka’ab.

Pada suatu ketika, di selatan jazirah Arab muncullah dua benggolan pembohong yang mengakui diri mereka sebagai nabi dan menggiring manusia ke lembah kesesatan,(sebuah fenomena yang saat ini juga banyak terjadi di negeri kita  seperti ahmadiyah  dan  aliran2 sesat lainnya). Salah seorang diantara mereka muncul di Sana’a, yaitu al-Aswad bin Ka’ab al-‘Ansi, dan yang seorang  lagi di Yamamah, itulah dia Musailamatul Kaddzab (pembohong besar).

Pada suatu hari, tanpa diduga Rasulullah didatangi oleh seorang utusan Musailamah yang membawa sebuah surat berisi: “ Dari Musailamah Rasulullah, Terkirim salam….Kemudian, ketahuilah bahwa saya telah diangkat sebagai serikat anda dalam hal ini, hingga kami beroleh separoh bumi sedang bagi Quraisy separohnya lagi. Tetapi ternyata orang-orang Quraisy aniaya…!”

Rasulullah memanggil salah seorang juru tulis diantara sahabat-sahabatnya, lalu diimlakkannya jawaban terhadap Musailamah, isinya sebagai berikut: “ Bismillahirrahmanirrahim… Dari Muhammad Rasulullah, kepada Musailamah si pembohong. Salam bagi orang yang mau mengikuti petunjuk… kemudian ketahuilah bahwa bumi itu milik Allah, diwariskan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, sedang akhir kesudahan akan berada di pihak orang-orang yang Taqwa…!”

Namun ternyata surat rasulullah tersebut tidak mengubah sikap Musailamah, tetapi sebaliknya Musailamah bertambah sesat dan menyesatkan. Menganggap bahwa kenabian tak ada beda dengan kerajaan.

Karena keras kepalanya Musailamah yang tetap menyebarkan ajaran kebohongan yang menyesatkan tersebut, rasulullah mengirim surat kepada Musailamah  agar menghentikan ketololan dan penyelewengannya. Utusan yang dipilih Rasulullah membawa surat tersebut adalah Habib bin Zaid Maka berangkatlah Habib melangkahkan kakinya dengan cepat dan berbesar hati menerima tugas yang dipercayakan kepadanya oleh Rasulullah saw.

Dan akhirnya sampailah utusan Rasulullah itu ke tempat tujuannya, Musailamah lalu membuka surat itu. Ternyata surat yang bagaikan cahaya fajar tersebut tak mampu mencerahkan Musailamah. Ia bahkan semakin tenggelam dalam kesesatannya. Musailamah yang tak lebih sebagai petualang dan penipu tak sedikit pun memiliki perikemanusiaan dan kejantanan yang dapat mencegahnya menumpahkan darah seorang utusan yang membawa surat resmi(suatu pekerjaan yang amat dihormati dan dipandang suci oleh bangsa  Arab umumnya).

Musailamah si penipu itu mengumpulkan hamba rakyat dan memanggil mereka untuk menghadiri suatu

Sementara itu utusan Rasulullah Habib bin Zaid dengan bekas-bekas siksaan  dahsyat yang dilakukan padanya oleh orang-orang aniaya itu, dibawa ke depan dengan rencana mereka hendak melucuti keberaniannya, hingga di hadapan khalayak ramai ia akan tampak lesu dan patah semangat  lalu menyerah kalah dan ketika diminta untuk mengakui di depan mereka segera beriman kepada musailamah, hingga demikian penipu itu akan dapat menonjolkan mu;jizat palsu di depan mata anak buahnya yang sama tertipu..

Kata Musailamah kepada Habib:-

–          Apakah kamu mengakui bahwa Muhammad itu utusan Allah?

–          Benar, ujar Habib, saya mengakui bahwa Muhammad itu utusan Allah.

Rona kemerah-merahan meliputi  wajah Musailamah, lalu katanya lagi:-

–          Dan kamu mengakuiku sebagai utusan  Allah?

–          Tak pernah saya mendengar tentang itu…!kata Habib.

Penipu itu  menjadi marah dan kecewa karena siasatnya telah gagal. Tindakannya menyiksa utusan itu berbuah sia-sia belaka. Ia bagai tercebur ke dalam kubangan lumpur di hadapan khalayak ramai yang telah dipanggilnya berkumpul. Musailamah bagai seekor kerbau yang baru disembelih, lalu dipanggilnya algojonya yang segera datang dan menusuk tubuh Habib dengan ujung pedangnya.. kemudian dilanjutkannya kebuasannya dengan menyayat dan membagi tubuh Habib menjadi potong demi potong anggota tubuhnya. Sementara pahlawan besar itu, tiada yang dapat dilakukannya selain bergumam mengulang-ulang senandung sucinya:” Lailaha illallah, Muhammadur Rasulullah….”

Seandainya ketika itu Habib menyelamatkan dirinya dengan berpura-pura mengikuti Musailamah dan menyampaikan keimanan  dalam lipatan kalbunya, tiadalah iman itu akan kurang sedikitpun jua, dan tiadalah keislamannya akan ternoda. Akan tetapi hal tersebut tak pernah dilakukannya, karena kecintaannnya kepada Allah dan Rasul-Nya, tiadalah ia akan tega merusak prinsip dan kehidupannya selama ini yang telah memikul tanggung jawab atas janji  dan keimanan yang telah diikrarkan pada bai’at dengan waktu yang sesaat itu…

Nah,  itulah sobat, salah seorang sahabat Rasul yang patut kita jadikan sebagai teladan dalam kehidupan kita dalam kecintaannya kepada Allah dan Rasulnya, juga atas segala keteguhan dan pengorbanannya demi Islam. Apakah kita sudah memiliki kecintaan  kepada Allah dan Rasu-Nya sebagaimana teladan kita ini??

Banyak diantara kita  terjebak pada cinta palsu yang menggiring kita menjadi pemuja cinta duniawi hingga akhirnya lupa pada tujuan akhir kehidupan kita dan rela mengorbankan diri hanya demi  hawa nafsu..Na’udzubillahi min dzalik…-semoga Allah menjadi panjaga kita untuk tidak melakukan hal-hal yang dibenci-Nya.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Tinggalkan komentar